Belajar Reparenting Bersama School of Parenting

Pola pengasuhan generasi tanpa teknologi berbeda dengan pola pengasuhan generasi berteknologi. Di sinilah pentingnya memahami ilmu parenting agar sesuai dengan tantangan zaman.

Tidak bisa dimungkiri bahwa pesatnya digitalisasi berpengaruh pada perkembangan anak. Hanya dengan gawai dalam gengaman, anak dengan mudah mengakses video streaming, game, dan sosial media tanpa henti. Media-media tersebut menampilkan beragam konten dan informasi dari siapa saja dan dari mana saja. Ada konten edukatif, ada pula konten yang cenderung kurang tepat. Pada akhirnya apa yang mereka tonton, dengarkan, dan rasakan membentuk tumbuh kembang dan pola pikir mereka.

Hal tersebut pastinya berbeda dengan tumbuh kembang anak pada zaman kakek-nenek dulu ketika media informasi dan elektronik masih sangat langka dan terbatas. Perkembangan anak terbatas hanya pada lingkungan di mana tempat mereka tumbuh. Informasi yang mereka dapat pun terbatas pada interaksi mereka dengan lingkungan sekitar mereka, yang pada akhirnya membentuk tumbuh kembang mereka tidak jauh berbeda dengan generasi sebelumnya.

Pergeseran teknologi tentu membawa dampak ke berbagai bidang, termasuk perkembangan anak dan pola pengasuhan yang perlu diterapkan untuk mendidik anak-anak tersebut. Pola pengasuhan generasi tanpa teknologi pastinya berbeda dengan pola pengasuhan generasi berteknologi. Di sinilah pentingnya memahami ilmu parenting untuk menyesuaikan pola pengasuhan yang sesuai dengan tantangan zaman digital. Diharapkan pola pengasuhan yang tepat tidak hanya berdampak positif pada tumbuh kembang anak secara optimal, tetapi juga pendewasaan sang orang tua.

Offline Group Discussion Bersama School of Parenting

Parenting bukanlah ilmu instan, apalagi di zaman digital seperti sekarang. Tidak sedikit orang tua yang merasa kewalahan dalam membesarkan buah hati yang mereka cintai. Terlebih lagi penghakiman sosial yang mengharuskan orang tua untuk dilarang merasa capek secara mental turut membebani mereka. Wajar ketika pada akhirnya mereka pun merasa terasing dengan diri sendiri dan lingkungannya karena perasaan mereka yang tidak dimengerti.

Pada dasarnya perasaan capek, baik fisik maupun mental, merupakan hal yang wajar dan manusiawi. Namun, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana perasaan capek tersebut tersalurkan. Apakah tersalurkan secara negatif dan destruktif atau tersalurkan secara positif dan membangun?

School of Parenting, dalam kegiatan open group discussion bertema “Menjadi Pelatih Emosi Anak”, memberikan wawasan yang menarik kepara para orang tua dalam menyadari hal tersebut. Diharapkan dengan menyadari hal tersebut, mereka dapat menyalurkan emosi secara positif dan membangun agar menumbuhkan pola pengasuhan yang lebih optimal dan memberdayakan.

Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 4 Mei 2024 di Tiga Serangkai SMART Office tersebut dipimpin langsung oleh pakar parenting, Ms. Lusy Sutedjo selaku co-founder School of Parenting dan penulis buku Re-Parenting Journey serta Melampaui Luka Ibu: Pelajaran dari Kisah tentang Mother Wound. Beliau menjelaskan pentingnya mengenali dan memahami diri terlebih dahulu untuk bisa menjadi pelatih emosi bagi buah hati tercinta.

Peserta dengan serius mendengarkan pemaparan dari Ms. Lusy tentang bagaimana proses reparenting dan memahami emosi mereka. Meskipun reparenting bukanlah proses yang mudah dilakukan, tetapi dapat mulai dibiasakan. Peserta pun sangat antusias mengajukan berbagai macam pertanyaan seputar kegelisahan mereka sebagai orang tua di era digital. Kegiatan yang dimulai pada pukul 08.00 WIB tersebut berhasil menjadi starting point bagi mereka untuk menapaki perjalanan panjang menjadi orang tua yang lebih dewasa.

Di akhir acara, peserta diajak melakukan refleksi dan sesi mini breath work. Sesi ini menjadi momen relaksasi dan penataan ulang perspektif baru yang telah mereka dapat guna disesuaikan dengan pengalaman personal mereka masing-masing. Kegiatan pun secara resmi ditutup pada pukul 12.00 WIB yang kemudian diikuti dengan sesi foto bersama. Tampak wajah para peserta lebih berseri dan optimis. Ilmu dan sudut pandang baru yang mereka dapat tentu menjadi bekal berharga mereka dalam bertransformasi menjadi orang tua yang lebih percaya diri mengasuh anak di era digital.