Era digital yang semakin berkembang menjadikan media sosial dominan dalam membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat. Salah satu fenomena menarik yang muncul adalah hadirnya budaya konsumtif yang dipengaruhi oleh promosi produk atau layanan tertentu melalui konten kreator di platform media sosial.
Sebagaimana yang kita ketahui saat ini bahwa semakin banyak konten kreator yang hadir mempromosikan suatu produk atau layanan tertentu. Konten kreator memiliki daya tarik yang kuat terhadap pengikut mereka di media sosial. Dengan menghasilkan konten kreatif dan menghibur, mereka mampu membangun hubungan yang erat dengan audiens. Umumnya, daya tarik dari konten yang dihasilkan tersebut dimanfaatkan oleh beberapa pengusaha untuk bekerja sama dan meminta konten kreator tersebut mempromosikan produk yang mereka jual. Upaya promosi ini sekaligus menjadi ajakan bagi pengikutnya untuk mendapatkan atau membeli produk tersebut.
Salah satu dampak dari promosi yang dilakukan oleh konten kreator adalah munculnya dorongan konsumsi berlebihan di kalangan pengikutnya. Promosi yang terus-menerus dilakukan oleh konten kreator melalui berbagai konten yang memperlihatkan produk atau layanan tertentu dapat menimbulkan keinginan kuat untuk membeli atau memiliki barang tersebut. Fenomena ini menciptakan pola konsumsi yang tidak hanya didasarkan pada kebutuhan nyata, tetapi juga dipicu oleh desakan untuk mencerminkan gaya hidup dan tren yang diperlihatkan oleh sang konten kreator. Selain itu, hal ini juga memicu perilaku impulsif dalam berbelanja, karena pengikut merasa terdorong untuk membeli produk yang direkomendasikan oleh tokoh yang mereka idolakan.
Sisi Gelap Konsumerisme
Promosi yang dilakukan oleh konten kreator memang dapat menciptakan citra produk yang menarik, tetapi beberapa orang terkadang membeli produk tersebut tanpa memahami karakteristik dan manfaat yang sebenarnya. Ketidaksesuaian antara produk yang ditampilkan dengan harapan konsumen dapat menyebabkan ketidakpuasan dan pemborosan yang tidak perlu.
Konten kreator juga berperan membentuk identitas konsumtif individu. Pengikut seringkali mengaitkan diri mereka dengan gaya hidup dan preferensi produk yang ditampilkan oleh tokoh tersebut. Pemahaman diri yang dibentuk oleh produk-produk tertentu dapat mengubah nilai-nilai konsumtif dalam masyarakat, menciptakan budaya di mana nilai diri diukur oleh kepemilikan barang.
Budaya konsumtif yang dipicu dari promosi konten kreator tidak hanya mempengaruhi perilaku berbelanja individu, tetapi juga memiliki dampak pada aspek sosial dan lingkungan yang signifikan. Permintaan yang tinggi terhadap produk tertentu dapat menyebabkan produksi dan penggunaan yang berlebihan sehingga menghasilkan limbah yang merugikan lingkungan.
Sementara pada aspek sosial, keinginan untuk mendapatkan barang-barang yang sedang tren di media sosial dapat menciptakan persaingan yang memunculkan ketidaksetaraan sosial. Fenomena ini muncul akibat terjadinya pembagian kelompok sosial yang jelas, di mana sebagian masyarakat dapat dengan mudah mengakses dan memiliki barang-barang yang mengikuti tren, sementara kelompok lain mungkin merasa terpinggirkan karena tidak mampu membeli barang-barang tersebut karena kendala finansial atau alasan lainnya.
Dalam menghadapi budaya konsumtif seperti ini, sangat penting bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi konsumen. Literasi konsumen dalam hal ini berarti melibatkan pemahaman yang lebih baik bagi konsumen tentang produk yang akan mereka beli. Konsumen perlu memahami tentang kebutuhan apa yang sebenarnya benar-benar mereka butuhkan, bukan sekadar apa yang mereka inginkan. Sehingga, konsumen mampu menahan diri dalam berbelanja dan membuat keputusan pembelian yang lebih bijaksana.
Pendidikan literasi konsumen semacam ini pastinya sangat membantu dalam meminimalkan dampak negatif dari promosi ‘gila-gilaan’ yang dilakukan oleh konten kreator. Upaya ini bukan berarti menyetop sumber pemasukan konten kreator. Upaya ini adalah cara dalam menumbuhkan kesadaran konsumen atas konsekuensi dari keputusan konsumsi mereka. Sehingga mereka sadar saat membeli sesuatu, yakni membeli karena kebutuhan bukan karena secara tidak sadar termanipulasi oleh keinginan yang tidak ada habisnya.
Oleh Tatsbita Hasna Luthfiana