Inkuiri atau rasa ingin tahu yang besar merupakan awal dari sebuah penemuan. Inilah cikal bakal dari sebuah pencapaian. Pada dasarnya semua orang punya inkuiri ini dalam dirinya, hanya saja kadar yang dimiliki setiap orang pastinya berbeda-beda.
Rasa ingin tahu itu sendiri dapat tumbuh saat mendapatkan referensi yang tepat, baik referensi dari lingkungan sekitarnya maupun pengalaman selama proses pencariannya. Di sinilah kemudian storytelling hadir untuk memudahkan seseorang dalam memahami referensi-referensi tersebut. Dibanding dengan data dan argumen, manusia lebih cenderung terinspirasi dari sebuah cerita atau story.
Menurut Walter Fisher, pada hakikatnya manusia adalah homo narrans atau storytelling animal, makhluk pencerita, symbol-making atau pembuat simbol-simbol. Maka tidak heran untuk memahami dirinya sendiri, manusia tidak bisa terlepas dari biografi, histori, narasi mitos, dan narasi sosial. Fisher memperkenalkan teori Narrative Paradigm dalam tulisannya yang berjudul The Narrative Paradigm: An Elaboration. Menurut teorinya tersebut, kerapkali kita lebih terbujuk dan hanyut oleh cerita yang bagus, indah, dan memberikan harapan dibandingkan dengan argumen-argumen hebat. Sebab, cerita mampu menyentuh sisi emosional dan estetika manusia yang erat kaitannya dengan keyakinan dan perilaku.
Senada dengan Fisher, Daniel Taylor dalam Healing Power of Stories juga mengatakan bahwa cerita dapat melakukan apa yang fakta dan statistik tidak dapat melakukannya. Cerita memiliki kekuatan untuk menginspirasi dan memotivasi audiens karena memiliki beragam elemen untuk melibatkan, memikat, dan menghibur audiens. Melalui cerita, audiens dapat tune in ke dalam cerita tersebut karena merasa melihat diri mereka sendiri ada di dalamnya.
Storytelling atau bercerita itu lebih dari sekadar berbagi fakta ataupun peristiwa, melainkan pendekatan yang lebih berseni dalam menyampaikan sebuah fakta atau perstiwa dalam bentuk narasi. Oleh karena itu, cerita yang bagus tidak sekadar membuat seseorang tertarik untuk menyimaknya, tetapi memberikan kemudahan kepada mereka untuk mengingatnya kembali. Cerita pun pada akhirnya tidak hanya berhenti pada mereka saja, tetapi akan diceritakan ulang ke orang lain.
Cerita atau storytelling yang baik kemudian mampu menggerakan audiens untuk take action atau memenuhi sesuatu. Cerita tersebut pun mampu menstimulasi rasa ingin tahu seseorang. Dari rasa ingin tahu itulah mereka kemudian terinspirasi, terpengaruh, teryakinkan, hingga akhirnya tergerak untuk melakukan. Inkuri yang terkubur pun menjadi aksi nyata, baik untuk mencapai mimpi-mimpinya atau sekadar untuk mengubah lingkungan sekitarnya. Storytelling yang kuat akan mampu menggugah inkuiri yang ada dalam diri dan dimiliki oleh setiap orang.
Yudi Sastroredjo
Penulis Buku Inkuiri: Menantang Diri Belajar ke Luar Negeri